
Gambar : Tangkapan layar
GARUT, indoartnews.com – Dugaan kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh dokter kandungan berinisial MF di sebuah klinik swasta di Kabupaten Garut, Jawa Barat, terus menjadi sorotan publik. Kasus ini mencuat usai rekaman CCTV berdurasi 53 detik tersebar di media sosial, memperlihatkan tindakan tidak pantas saat pemeriksaan USG terhadap seorang pasien.
Peristiwa tersebut terjadi pada 20 Juni 2024 di Klinik Karya Karsa, Kecamatan Tarogong Kidul. Dalam video, MF terlihat melakukan pemeriksaan USG, namun diduga menyentuh area sensitif pasien tanpa persetujuan. Merasa dilecehkan, korban kemudian mengadu kepada bidan dan selanjutnya melaporkan kasus ini ke Polres Garut.
Kapolres Garut, AKBP Mochamad Fajar Gemilang, mengatakan bahwa pihaknya telah membentuk tim khusus untuk menangani kasus ini bersama jajaran Polda Jawa Barat. “Kami sudah mengamankan bukti rekaman CCTV dan melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi. Saat ini, MF tidak berada di Garut dan sejak Januari 2025 sudah tidak lagi praktik di klinik tersebut. Kami sedang melakukan pencarian terhadap yang bersangkutan,” ujar Fajar, Minggu (13/4/2025).
Hingga kini, dua orang pasien telah melapor mengalami tindakan serupa dari dokter yang sama. Polres Garut juga membuka posko pengaduan untuk mendorong korban lain agar berani melapor.
Sementara itu, Universitas Padjadjaran (Unpad) selaku institusi tempat MF menyelesaikan pendidikan dokter spesialis kandungan, turut menyampaikan keprihatinan. Kepala Kantor Komunikasi Publik Unpad, Dandi Supriadi, menyatakan pihaknya telah mengidentifikasi bahwa MF adalah alumni Unpad. “Kami sangat menyayangkan dan tidak menoleransi tindakan yang mencoreng kode etik dan sumpah profesi kedokteran. Namun, untuk penindakan, kami menunggu hasil penyelidikan resmi dari pihak berwenang,” katanya dalam keterangan tertulis.
Sebagai langkah preventif, Kementerian Kesehatan telah menangguhkan sementara Surat Tanda Registrasi (STR) milik MF agar yang bersangkutan tidak dapat menjalankan praktik kedokteran selama proses hukum berjalan. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) juga menyatakan akan menindak tegas apabila terbukti ada pelanggaran etika profesi.
Kasus ini membuka kembali perbincangan pentingnya perlindungan terhadap pasien, khususnya perempuan, dalam pelayanan kesehatan. Publik berharap agar penegakan hukum dilakukan secara transparan dan tegas, serta menjadi momentum perbaikan sistem pengawasan terhadap tenaga medis.**