
Gambar: indoartnews.com
JAKARTA, indoartnews.com — Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) resmi mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) pada Rapat Paripurna yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 20 Maret 2025. Keputusan ini menuai berbagai reaksi dari masyarakat sipil dan pegiat demokrasi karena dinilai membuka ruang bagi kembalinya praktik dwifungsi militer di ranah sipil.
Revisi UU tersebut menambah daftar jabatan sipil yang dapat diisi oleh personel TNI dari 10 menjadi 15 posisi. Beberapa di antaranya termasuk jabatan di kementerian, lembaga pemerintah non-kementerian, hingga posisi strategis lainnya di luar struktur pertahanan dan keamanan.
"Ini adalah bentuk apresiasi terhadap profesionalisme TNI yang semakin dibutuhkan dalam berbagai sektor pembangunan nasional," ujar Ketua DPR RI Puan Maharani dalam pidato penutupan rapat.
Namun, sejumlah organisasi masyarakat sipil dan akademisi menilai langkah ini sebagai kemunduran demokrasi. Koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam Petisi Rakyat Tolak Revisi UU TNI telah mengumpulkan lebih dari 26 ribu tanda tangan secara daring hingga Jumat, 22 Maret 2025.
Menurut Direktur Imparsial Gufron Mabruri, revisi ini berpotensi melanggar prinsip supremasi sipil dalam sistem demokrasi. "Keterlibatan TNI dalam jabatan sipil semestinya dibatasi agar tidak tumpang tindih dengan fungsi kepolisian atau lembaga sipil lainnya," katanya dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (21/3/2025).
Gelombang protes mahasiswa dan aktivis di berbagai kota pun tak terhindarkan. Demonstrasi yang digelar di Yogyakarta, Bandung, dan Makassar mengusung tagar #IndonesiaGelap, menuntut pembatalan UU yang dianggap menghidupkan kembali bayang-bayang Orde Baru tersebut.
Revisi ini menandai perubahan signifikan dalam peran militer di Indonesia, dan bagaimana implementasinya akan berdampak terhadap keseimbangan antara otoritas sipil dan militer masih menjadi sorotan ke depan.**