Minggu, 24 November 2024 | 18:15 WIB

Sanksi Hukum Bayangi PT Indonesia Bakery Family

foto

Satgas Citarum Sektor 21 Subsektor 16 Cicalengka mengecor saluran air limbah yang dibuang langsung ke anak sungai Citarik pada 6 April 2022.

KOTA CIMAHI, indoartnews.com ~ Dansektor 21 Kol. Arh. Wahyu Jiantono dibuat murka dan menjadi geram akibat manajemen PT Indonesia Bakery Family (IBF) yang main kucing-kucingan karena tidak memiliki instalasi pembuang air limbah (IPAL) yang semestinya dimiliki setiap pabrik demi bersihnya sungai dan lingkungan. 

Menurut Dansektor 21, PT IBF yang berada di wilayah Subsektor 16 Cicalengka Kab. Bandung, sebagai pabrik pembuat roti tidak memiliki IPAL sehingga air limbahnya yang bau mencemari aliran anak sungai yang bermuara ke sungai Citarik.

Akibat pelanggaran itu sebagaimana tertera dalam Perpres No. 15 tahun 2018, Satgas mengecor lubang pembuang air limbah itu dan memberi tahu pelanggaran yang dibuat manajemen pabrik.

"Eechh manajemen PT IBF malah membuang air limbah menggunakan pompa air otomatis yang diletakan di bawah tempat parkir motor PT IBF dan Satgas Subsektor 16 dipimpin Dansubsektornya Serma Bagus Dwiyanto menemukannya saat mengecek ke pabrik itu yang segera mengangkat pompa air dari selokan, menutup lubang benteng, menyita mesin pompa dan penandatanganan surat penyitaan oleh PT IBF dan Subsektor 16 Cicalengka. 

Pada hari Kamis 27 April 2022 Dansektor 21 Kol. Arh. Wahyu memanggil pimpinan pabrik membeberkan 4 point yang harus dilaksanakan manajemen PT IBF.

Pertama, sesegera mungkin PT IBF membuat IPAL untuk emergency proses. Ke-2, tidak membuka saluran pembuang limbah yang sudah dicor oleh Satgas Citarum Harum. Ke-3, selama belum ada perbaikan pabrik dilarang beroperasi. Karena limbah itu dapat membahayakan kelangsungan hidup mahluk lain sekitarnya. Ke-4, apabila beberapa penekanan itu diabaikan pabrik akan dikenai sanksi yang lebih berat sampai pada pemrosesan hukum.

Dansektor 21 Kolonel Wahyu menegaskan, jika pabrik tetap membandel terpaksa menggunakan pasal 508 dan 511 PP No. 22 tahun 2021. "Kita bisa membekukan izin produksinya malah bisa menutup pabriknya. Untuk itu kami mengundang dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kab. Bandung melalui Kabid Pengendalian Pencemaran dan Penataan Hukum Lingkungan, Robby Dewantara," kata Dansektor 21.

Ia menekan, pihaknya pada Jumat 20 Mei 2022 telah memanggil pucuk pimpinannya namun yang datang selalu perwakilannya. "Dua kali kami memanggil. Yang pertama datang HRD Ibu Emily sudah diterangkan soal IPAL yang harus dimiliki dan berjanji siap melaksanakannya. Namun janji itu tidak dapat terwujud hingga memanggil lagi manajemen dan yang datang pun perwakilannya".

"Yang kedua kali pun perwakilan IBF janji akan memperbaikinya dan membuat IPAL. Kami menanti disaksikan oleh Pakar IPAL dan pejabat dari DLH Kab. Bandung, Pa Robby. 

Robby sendiri menyaksikan tindakan yang dilakukan Sektor 21 terhadap pabrik yang melanggar ketentuan ini pada 18 Mei 2022. Pertemuan ini untuk memberi penjelasan terkait perlu adanya IPAL untuk mengolah air limbah. Dalam pemantauannya juga ia melihat pelanggaran itu PT IBF tidak memiliki IPAL hingga air limbah itu bisa membahayakan mahluk hidup lainnya dan mencemari lingkungan.

Tindak lanjutnya, kata Robby, pihaknya bersama Sektor 21 pada Selasa depan akan mengecek lagi dan jika masih belum digubris kami bersiap-siap menuju ranah hukum. 

"Sebetulnya, kata Robby, PT IBF belum memiliki izin terkait dengan IPAL yang harus dimiliki. Jadi ini kucing-kucingan. Izinnya sedang berproses. Jadi selama ini tidak ada koordinasi dengan pihak terkait," ujar Robby. 

Sementara itu, Muji Rahayu Assisten Perusahaan PT IBF menyatakan, perusahaannya siap melaksanakan ketentuan perundang-undangan dan peraturan yang berlaku namun perlu waktu dan biaya untuk mewujudkan IPAL itu.

Ia sendiri tidak tahu jika air limbah itu dibuang ke sungai dan baru tahu setelah ini terbuka. "Arahan dari Dansektor 21 harus membuat IPAL akan kami lakukan sesegera mungkin," pungkas Muji Rahayu. **

Editor : H. Eddy D