Kamis, 6 Maret 2025 | 04:05 WIB

Viralnya Sudah Reda, Tapi #Kamibersamasukatani Masih Tinggalkan Pesan Penting untuk Publik

foto

BANDUNG, indoartnews.com - Meski puncak viralnya terjadi pada Februari 2025, tagar #Kamibersamasukatani masih menjadi perbincangan hangat hingga awal Maret. Tagar ini muncul sebagai bentuk solidaritas warganet terhadap band punk asal Purbalingga, Sukatani, yang sempat menuai kontroversi usai merilis lagu berjudul “Bayar Bayar Bayar.” Lagu tersebut berisi kritik terhadap oknum aparat yang diduga melakukan pungutan liar, namun kemudian ditarik dari peredaran setelah permintaan maaf pihak band.

Dukungan publik melalui media sosial tak terbendung setelah kabar penarikan lagu tersebut. Dilansir dari parle.co.id, pada 21 Februari 2025, gitaris Sukatani, Alectroguy, menyampaikan klarifikasi bahwa lagu tersebut dibuat bukan untuk menyerang institusi Polri secara keseluruhan, melainkan sebagai kritik sosial terhadap oknum yang merugikan masyarakat. “Kami hanya ingin menyampaikan keresahan lewat karya. Kalau ada yang tersinggung, kami minta maaf, tapi niat kami murni kritik sosial,” ujar Alectroguy.

Respons warganet pun semakin besar, bukan hanya menyuarakan dukungan kepada Sukatani, tetapi juga memperluas diskusi mengenai pentingnya menjaga ruang berekspresi bagi seniman. Tagar #Kamibersamasukatani menduduki jajaran trending topic selama beberapa hari, diiringi ribuan unggahan yang memuji keberanian band lokal tersebut dalam membawa isu sosial ke dalam karya musik.

Tidak hanya dukungan virtual, sejumlah komunitas musik independen juga ikut bersuara. Mereka menilai bahwa insiden ini menjadi pengingat bahwa kebebasan berekspresi di Indonesia masih menghadapi tantangan besar. Dilansir dari sumut.idntimes.com, pada 23 Februari 2025, aktivis musik bawah tanah, Doni Hermawan, mengatakan, “Pembungkaman karya bukan solusi. Musik adalah bagian dari kebebasan berbicara. Kalau kritik dilarang, lalu apa artinya demokrasi?”

Hingga kini, meskipun suasana viralnya mulai mereda, semangat yang dibawa tagar #Kamibersamasukatani tetap hidup dan menjadi simbol perjuangan terhadap kebebasan berekspresi. Banyak pihak berharap, meski tidak lagi menjadi trending topic, pesan yang pernah digaungkan lewat tagar ini bisa terus menjadi pengingat bahwa kritik sosial melalui karya seni adalah bagian penting dalam kehidupan demokrasi.

Viralnya mungkin sudah reda, tetapi gelombang dukungan, solidaritas, dan keberanian untuk bersuara yang muncul dari gerakan ini meninggalkan jejak penting bagi publik. Karena lebih dari sekadar tren sesaat, #Kamibersamasukatani telah menunjukkan bahwa suara kecil dari daerah pun bisa menggema ke penjuru negeri, membawa pesan besar tentang kebebasan berekspresi yang patut dijaga bersama.**