Selasa, 26 November 2024 | 04:17 WIB

Kontroversi Ucapan 'Paeh' Erwin dalam Debat Publik: Kritik dari Sastrawan dan Budayawan

foto

BANDUNG, indoartnews.com ~ Ucapan "Paeh" yang dilontarkan Calon Wakil Wali Kota Bandung, Erwin, dalam debat publik terakhir pasangan calon (paslon) Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bandung beberapa hari lalu, menuai kontroversi. Istilah yang berarti "mati" dalam Bahasa Sunda ini dianggap tidak tepat diucapkan dalam forum resmi, terutama oleh kalangan sastrawan dan budayawan.

Salah satu tokoh yang memberikan tanggapan adalah sastrawan Sunda senior, Etti Rochaeti Soetisna, atau yang akrab disapa Ceu Etti. Menurutnya, seorang calon pemimpin harus berhati-hati dalam berbicara, terlebih di hadapan publik.

“Ucapan kata ‘paeh’ tidak sesuai dengan tatakrama, khususnya ketika disampaikan di depan publik. Apalagi ini adalah momen penting di mana para kandidat berlomba menarik simpati masyarakat,” ujarnya melalui pesan WhatsApp, Jumat (22/11/2024).

Ceu Etti menegaskan bahwa bukan berarti bahasa Sunda tidak boleh digunakan, namun konteks dan situasi harus diperhatikan. “Bukan tidak boleh berbahasa kasar, tapi lihat situasi dan kondisi. Saat itu bukan suasana bercanda atau kumpulan santai dengan kerabat dekat,” tambahnya.

Kritik dari Sastrawan Matdon@ Senada dengan Ceu Etti, sastrawan dan budayawan Sunda Matdon juga menyoroti hal serupa. Ia menilai Erwin kurang mampu memposisikan diri dalam bertutur kata. Debat publik, kata Matdon, adalah forum resmi yang disaksikan masyarakat luas, sehingga penggunaan bahasa harus lebih terkendali.

“Kata ‘paeh’ memang tidak tabu dalam budaya Sunda, tetapi harus dilihat konteksnya. Dalam suasana resmi seperti debat, ucapan tersebut tidak pantas disampaikan,” ujarnya.@ Matdon juga mempertanyakan kemampuan Erwin dalam menjaga citra seorang pemimpin melalui tutur katanya. “Bagaimana mau menjadi pemimpin jika menempatkan posisi untuk bertutur kata saja tidak bisa?” pungkasnya.

Ucapan Erwin ini memantik diskusi di kalangan masyarakat, terutama para pemerhati budaya dan sastra Sunda. Dalam kontestasi politik yang semakin ketat, tutur kata seorang kandidat sering kali menjadi cerminan kualitas dan kapabilitas mereka sebagai calon pemimpin.**