
JAKARTA, indoartnews.com – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memulai penyelidikan awal atas dugaan praktik monopoli dalam penjualan Liquefied Petroleum Gas (LPG) Non Subsidi di pasar midstream yang diduga dilakukan oleh PT Pertamina Patra Niaga (PT PPN). Penyelidikan ini diputuskan dalam Rapat Komisi KPPU yang digelar pada 5 Maret 2025 di Jakarta.
Langkah ini diambil berdasarkan hasil kajian KPPU sejak tahun lalu, yang menemukan indikasi bahwa terdapat pelaku usaha yang menguasai pasar secara dominan dengan menjual LPG Non Subsidi dengan harga tinggi sehingga meraup keuntungan berlebih (super normal profit). Harga yang tinggi tersebut diduga mendorong konsumen beralih ke LPG Subsidi kemasan 3 kg, yang justru membebani anggaran negara.
Indikasi Monopoli dan Dampaknya
Dalam analisisnya, KPPU menemukan bahwa PT PPN mengendalikan lebih dari 80% pasokan LPG domestik dan impor, termasuk penjualan BrightGas sebagai LPG Non Subsidi. Selain itu, PT PPN juga memasok gas dalam bentuk bulk kepada perusahaan lain, seperti BlueGas dan PrimeGas, yang menjual LPG tabung Non Subsidi.
Pada 2024, KPPU mengungkap bahwa laba dari penjualan LPG Non Subsidi mencapai 10 kali lipat dibandingkan LPG Subsidi, dengan total keuntungan sekitar Rp1,5 triliun. Dugaan praktik eksklusif dan eksploitatif ini ditengarai melanggar Pasal 17 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Akibat praktik ini, harga LPG Non Subsidi melonjak tinggi, membuat masyarakat semakin enggan menggunakannya dan memilih LPG Subsidi, yang menyebabkan beban subsidi pemerintah meningkat dan berpotensi menimbulkan ketidaktepatan sasaran dalam distribusi LPG bersubsidi.
Langkah KPPU
KPPU kini berfokus pada pencarian alat bukti dugaan monopoli dan akan menelusuri lebih lanjut mekanisme pembentukan harga LPG dari hulu ke hilir. Jika ditemukan bukti kuat atas pelanggaran, PT PPN berpotensi dikenakan sanksi tegas sesuai regulasi yang berlaku.
Penyelidikan ini menjadi langkah strategis KPPU dalam menjaga persaingan usaha yang sehat serta memastikan kebijakan subsidi LPG tetap tepat sasaran tanpa dimanfaatkan oleh pelaku usaha yang mendominasi pasar.**