BANDUNG, indoartnews.com – Bertempat di GSG Universitas Wiyatama di Jalan Cikutra No 2014 Kota Bandung, pada Senin, 30 September 2019 telah berlangsung sesi Kuliah Umum dari Prodi Manajemen S-1 Universitas Widyatama dengan tajuk ‘Hoax, Sosial Media dan Perempuan dalam Revolusi Industri 4.0’. Bertindak selaku nara sumber dalam Kuliah Umum ini isteri Gubernur Jawa Barat Atalia Praratya, M.Ikom dalam kapitasnya selaku Ketua PKK Provinsi Jawa Barat.
Atalia Praratya yang punya julukan akrab khas ‘Si Cinta’, dalam pemaparannya mengungkap kembali betapa pentingnya, generasi muda harus menjadi garda terdepan dalam hal penanganan bersliwerannya berita hoax dijagat maya.
“Justru kita ya generasi muda itu, harus mampu mengendalikan dengan menyaring, mengklarifasi, atau tidak menyebarkan hoax itu,” paparnya.
Lebih jauh menurut Atalia Praratya, walaupun sudah ada UU ITE yang kemunculannya ia apresiasi, ternyata di dalam kehidupan nyata, pengaruh hoax ini di level masyarakat yang memiliki tingkat literasi rendah lhhususnya amatlah rentan:
”Saya agak khawatir atas kondisinya saat ini, bisa saja terjadi nyawa yang hilang akibat berita hoax,” tuturnya dengan memunculkan solusi – “ Melalui program Starling dari kota dan kabupaten se Jabar, yang melibatkan siswa SMA, SMK, dan SLB telah mendeklarasikan anti hoax. Harapannya, semakin banyak masyarakat yang tercerahkan. Kita semakin berhati-hati, dan tidak gegabah menyampaikan informasi, apalagi yang jelas-jelas hoax.”
Lainnya, kupasan Atalia Praratya dalam hal mengupas esensi hoax dan dunia perempuan, ia tekankan betapa penanganan hoax justru bisa dikendalikan dari rumah tangga. Ia mencontohkan peran seorang ibu yang harus mampu menguasai kandungan literasi secara proporsional.
“Wanita atau ibu haruslah menjadi sumber informasi terpercaya bagi putra-putrinya. Harapannya, tingkat literasi di Jabar dan Indonesia pun bisa meningkat supaya kita betul-betul menjadi generasi pembelajar yang tangguh. Ya, generasi yang tahan dengan penyebaran hoax.”
Prof. H Obsatar Sinaga dalam kesempatan ini kepada redaksi dalam konteks yang sama – ia katakan kita hatus tabayyun.
“Setiap ada informasi apa pun kita harus tabayyun, cek dahulu dengan cermat. Pertama, benar apa nggak nih info? Kedua, bermanfaat atau nggaknih info? Ketiga, perlu dishare atau nggak nih? Janganlah langsung dipercaya, apalagi bila ada kandungan materi menjelekkan orang,” ujarnya dengan memberi penekanan sisi lain – “Benar kita kini hidup di era revolusi 4.0 dengan basik serba digital dan aneka kemudahan. Sebaliknya, hal yang negatif pun, pasti akan seimbang menerpa kita. Jadi kita perlu jaga-jaga, demi pertahanan diri dan kedewasaan”.**