JAKARTA, indoartnews.com ~ Anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Budi Joyo Santoso, mengungkapkan sejumlah faktor yang menyebabkan tingginya harga tiket pesawat domestik.
Dalam sebuah diskusi bersama Sekretaris Jenderal Indonesia National Air Carriers Association (INACA), Bayu Sutanto, serta pakar ekonomi seperti Piter Abdullah, Taufikurrahman, dan Sunarsip, Budi Joyo menyoroti beberapa penyebab utama, termasuk mahalnya harga avtur, distribusi avtur yang didominasi monopoli, komponen pajak dan perilaku pelaku usaha. Diskusi tersebut digelar pada 20 September 2024 di Jakarta.
KPPU menyatakan bahwa harga tiket pesawat domestik telah menjadi sorotan publik, termasuk perhatian serius dari pemerintah. Salah satu faktor terbesar yang memengaruhi harga tiket adalah mahalnya harga avtur, yang menyumbang sekitar 40 persen dari total harga tiket.
Untuk itu, KPPU telah memberikan saran kepada Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) agar mengevaluasi keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 17 K/10/MEM/2019 terkait formula harga dasar avtur.
Menurut KPPU, beberapa komponen dalam formula tersebut, seperti acuan harga pengangkutan terjauh, sudah tidak relevan dan perlu ditinjau ulang.@ Selain itu, distribusi avtur yang diatur melalui Peraturan BPH MIGAS No. 13/P/BPH Migas/IV/2008 dinilai mengarah pada monopoli oleh Pertamina.
Hal ini membuat pelaku usaha lain kesulitan masuk ke pasar jika tidak bekerja sama dengan Pertamina. KPPU berpendapat bahwa membuka pasar avtur dapat membantu menurunkan harga bahan bakar tersebut.
Komponen besar lainnya yang mempengaruhi harga tiket adalah biaya pemeliharaan pesawat, yang mencapai 15 persen dari total harga tiket. Saat ini, komponen pesawat masih didatangkan dari luar negeri, sehingga dikenakan bea masuk. Untuk menurunkan harga tiket, KPPU mendorong adanya koordinasi lintas lembaga untuk meninjau kebijakan terkait biaya pemeliharaan.
Perilaku pelaku usaha juga menjadi perhatian. Budi Joyo menyebut bahwa perilaku anti persaingan yang dilakukan maskapai dapat memicu kenaikan harga tiket. Dalam kasus kartel tiket yang diputuskan oleh KPPU dan diperkuat oleh Mahkamah Agung, maskapai-maskapai yang terlibat diwajibkan melaporkan setiap perubahan kebijakan terkait persaingan kepada KPPU.
Sayangnya, Lion Group belum mematuhi putusan tersebut, dan KPPU menduga adanya indikasi perilaku anti persaingan. KPPU pun telah memulai penyelidikan awal terhadap Lion Group, yang jika terbukti melanggar, dapat dikenai denda hingga 50 persen dari keuntungan bersih atau 10 persen dari total penjualan di pasar yang bersangkutan selama periode pelanggaran.
Dengan berbagai langkah ini, KPPU berharap dapat menurunkan harga tiket pesawat domestik dan menciptakan persaingan yang sehat di industri penerbangan Indonesia.**