Minggu, 26 Januari 2025 | 10:55 WIB

Wakil Ketua Komisi V DPRD Jawa Barat Kritisi Kenaikan UMP 2024: Dinilai Tak Memadai

foto

BANDUNG, indoartnews.com ~ Wakil Ketua Komisi V DPRD Jawa Barat, Abdul Hadi Wijaya, mengungkapkan kritik terhadap kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jabar Tahun 2024.

Kenaikan sebesar 3,57 persen atau naik sejumlah Rp70.825 dari Rp1.986.670 menjadi Rp2.057.495 dianggapnya tidak memadai mengingat kondisi ekonomi masyarakat yang tengah melemah. 

Abdul Hadi Wijaya menyatakan keprihatinannya terhadap realitas di lapangan, inflasi dan daya beli masyarakat yang tengah menurun. Ia menyoroti kurangnya perhatian Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar terhadap faktor-faktor tersebut dalam menetapkan UMP Jabar Tahun 2024.

Para pekerja juga mengekspresikan ketidakpuasan terhadap kenaikan UMP tersebut. Sebelas perwakilan serikat pekerja Jabar baru-baru ini mengadakan audiensi dengan Komisi V DPRD Jawa Barat, menyampaikan ketidakpuasan mereka terkait penetapan UMP Jabar Tahun 2024. 

Menurut Abdul Hadi Wijaya, para pekerja kurang puas karena UMP Jabar 2024 mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan, yang merupakan revisi dari PP 36 Tahun 2021 dan PP 78 Tahun 2015. Selain itu, proses penetapan UMP dianggap tidak mengakomodir aspirasi para pekerja.

"Mereka kurang puas, penyebabnya karena UMP Jabar Tahun 2024 mengacu PP Nomor 51 Tahun 2023, dan yang dipermasalahkan pekerja itu prosesnya yang dianggap tidak menampung aspirasi para pekerja," tegas Abdul Hadi Wijaya, Kamis (23/11/2023).

Para pekerja menyuarakan harapan agar penetapan UMP Jabar Tahun 2024 mempertimbangkan kenaikan harga bahan pokok. Selain itu, mereka juga menyuarakan perbedaan dalam Upah Minimum Kota dan Kabupaten (UMK) antara pekerja lama dan baru. Para pekerja menilai bahwa UMK seharusnya tidak disamaratakan untuk pekerja lama dan baru.

Keluhan dan aspirasi para pekerja ini akan disampaikan oleh Komisi V DPRD Jawa Barat kepada Pemprov Jabar, DPR RI, kementerian terkait, dan presiden. Mereka berharap agar suara pekerja dapat didengar dan dipertimbangkan dalam kebijakan terkait upah.**