
BANDUNG, indoartnews.com — Kesadaran masyarakat Jawa Barat dalam melaporkan kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan terus meningkat. Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi Jawa Barat, tercatat sebanyak 3.084 kasus kekerasan terjadi sepanjang 2024.
Kepala DP3AKB Jabar, Siska Gerfianti, menyebut angka tersebut meliputi 2.939 kasus kekerasan terhadap anak dan 1.145 kasus terhadap perempuan. Sedangkan laporan yang ditangani Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Jabar tercatat sebanyak 948 kasus, dengan distribusi hampir seimbang antara korban anak dan perempuan.
“Ini menunjukkan masyarakat makin sadar bahwa kekerasan bukan lagi aib yang harus disembunyikan,” ungkap Siska dalam Basa Basi Podcast bersama Pokja PWI Kota Bandung, Senin (5/5/2025).
Ia menambahkan, laporan tidak harus datang dari korban langsung. Siapa pun yang melihat atau mengetahui adanya kekerasan dapat melapor melalui berbagai kanal pengaduan, termasuk WhatsApp UPTD PPA Jabar di nomor 085222206777 atau layanan SAPA 129.
Untuk perlindungan, DP3AKB memastikan korban dan pelapor mendapat hak perlindungan hukum sesuai dengan Undang-undang Nomor 31 Tahun 2014. Pemerintah juga menyediakan Rumah Perlindungan Sementara dan, jika diperlukan, pendampingan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Dalam kesempatan itu, Siska juga menyinggung kasus dugaan pelecehan oleh oknum dokter di RSHS Bandung dan RS di Garut. Ia mendorong aparat penegak hukum untuk menindak tegas pelaku sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Sebagai langkah pencegahan, DP3AKB telah meluncurkan Program Jabar CEKAS (Jawa Barat Berani Cegah Tindakan Kekerasan), yang dijalankan bersama akademisi, pelaku usaha, dan Satgas PAAREDFI CEKAS di tingkat desa dan kelurahan. Program ini mengusung lima nilai: Berani Mencegah, Menolak, Melapor, Maju, dan Melindungi.
Terkait isu vasektomi yang dikaitkan dengan syarat bantuan sosial, Siska meluruskan bahwa Gubernur Jabar Dedi Mulyadi tidak hanya mendorong vasektomi, tetapi keikutsertaan program Keluarga Berencana (KB) secara menyeluruh. Tujuannya untuk meningkatkan kualitas pengasuhan dan kesejahteraan anak-anak dari keluarga penerima bansos.
Siska juga berharap peran aktif media dalam memberikan edukasi kepada masyarakat terkait hak korban dan mekanisme pelaporan kekerasan. Ia menegaskan agar media menjaga etika jurnalistik dengan tidak mengeksploitasi korban.
“Media memiliki peran penting dalam menciptakan lingkungan yang berpihak pada korban, bukan malah menyudutkan,” pungkasnya.**