JAKARTA, indoartnews.com ~ Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengusulkan kepada Pemerintah untuk menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) sebagai bagian dari roadmap kebijakan pengawasan kemitraan. Usulan ini dimaksudkan agar pengawasan kemitraan menjadi salah satu fokus dalam perekonomian Indonesia selama lima tahun ke depan.
Ketua KPPU, M. Fanshurullah Asa, menyampaikan usulan ini dalam bentuk Policy Paper yang berjudul Peta Jalan Kebijakan Pengawasan Kemitraan Indonesia 2024-2029. Penyerahan dokumen tersebut dilakukan secara simbolis kepada Burhanuddin Abdullah, Penasihat KPPU dan Ketua Dewan Penasihat TKN Presiden Terpilih Prabowo Subianto, di Kantor Pusat KPPU pada 17 Oktober 2024. Acara tersebut dihadiri oleh Anggota KPPU lainnya, seperti Budi Joyo Santoso dan Gopprera Panggabean.
M. Fanshurullah Asa menekankan bahwa kemitraan merupakan akselerator investasi di berbagai sektor, termasuk hubungan antara usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dengan perusahaan besar. Meskipun UMKM menyumbang 61,07% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan menyerap 97% tenaga kerja, kontribusi mereka dalam kemitraan dengan industri masih minim.
“UMKM cenderung beroperasi sendiri, dan praktik kemitraan yang ada sering kali hanya menguntungkan perusahaan besar,” ungkapnya, Jumat (18/10/2024).
Ketua KPPU mengusulkan beberapa langkah strategis untuk mengatasi permasalahan ini. “Diperlukan Inpres untuk mendorong pelaku usaha besar dan menengah melakukan kemitraan dengan pelaku usaha kecil dan mikro yang akan diawasi oleh KPPU. Kami juga merekomendasikan pembentukan lembaga koordinasi kemitraan nasional sesuai dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 yang hingga kini belum diimplementasikan,” tambahnya.
Untuk jangka menengah, KPPU merekomendasikan penyusunan undang-undang khusus mengenai kemitraan, sedangkan untuk jangka panjang, perlu ada peta jalan emas kemitraan yang sejalan dengan RPJPN 2024-2045.
Prof. Dr. Didin S. Damanhuri, SE, MS, DEA., yang terlibat dalam penyusunan Policy Paper tersebut, menggarisbawahi pentingnya identifikasi faktor-faktor strategis dalam pengawasan kemitraan usaha. Ia menambahkan perlunya analisis kesenjangan terhadap regulasi dan kebijakan yang ada untuk mendapatkan gambaran tentang hambatan serta peluang dalam pengembangan mekanisme pengawasan.
Fuad Bawazier, salah satu penasihat KPPU, menyatakan dukungannya terhadap usulan Inpres sebagai langkah cepat yang bisa diambil. Dalam pertemuan itu, Burhanuddin Abdullah mengarahkan KPPU untuk memfokuskan pengawasan kepada 5.500 perusahaan besar yang memiliki potensi untuk melakukan konsentrasi usaha.
Sahala Benny Pasaribu mengingatkan pentingnya sosialisasi kepada sekitar 65 ribu perusahaan besar dan menengah agar mereka memahami dan melaksanakan amanat Undang-Undang No. 20/2008, karena kemitraan dianggap esensial untuk efisiensi bisnis.
Gopprera Panggabean menyoroti tantangan bagi KPPU dalam mengawasi lebih dari 64,1 juta UMKM di seluruh Indonesia. “Pengawasan yang masif diperlukan untuk mengurangi kesenjangan dan mencapai pemerataan ekonomi, dengan prinsip kemitraan yang setara dan saling menguntungkan,” jelasnya.
Namun, dengan keterbatasan wewenang dan anggaran yang dimiliki KPPU, pencapaian tersebut masih memerlukan dukungan dari berbagai pihak. “Kami berharap ada penyelarasan konsep kemitraan dengan rumusan Asta Cita Presiden 2024-2029,” tutup Gopprera.**