
Tolani Warangga, praktisi pendidikan
BANDUNG, indoartnews.com ~ Dugaan praktik kecurangan selama pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2024 menunjukkan bahwa Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021 memiliki celah yang perlu dievaluasi. Adanya ketidaksesuaian kategori dalam peraturan ini disinyalir memicu berbagai kecurangan.
PPDB saat ini memiliki empat jalur penerimaan: Zonasi, Afirmasi KETM dan PDBK, perpindahan tugas orang tua/anak guru, serta jalur prestasi berdasarkan rapor maupun kejuaraan. Pola penerimaan ini, menurut pengamat, berpotensi menimbulkan dinamika dan praktik-praktik kecurangan yang berulang. Kategorisasi ini seharusnya dievaluasi demi mencegah kecurangan dan meningkatkan keadilan dalam sistem pendidikan.
Alih-alih mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai amanat undang-undang, sistem PPDB saat ini justru mendorong pihak-pihak untuk melakukan segala cara demi mencapai tujuan. Hal ini disampaikan oleh Tolani Warangga, akademisi dan pemerhati pendidikan di Jawa Barat, saat ditemui di Bandung pada Senin (8/7/2024).
"Sistem ini seharusnya menjadi penjaga pintu gerbang yang memastikan PPDB berjalan sesuai tujuan undang-undang untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun, sistem ini malah memicu orang-orang untuk melakukan segala cara, termasuk yang tidak etis," tutur Tolani Warangga.
Tolani menilai bahwa sistem PPDB saat ini masih bersifat statis dan belum mampu mengikuti perkembangan zaman, sehingga menciptakan masalah baru. Sistem ini memicu orang berbuat curang, seperti memalsukan Kartu Keluarga (KK) dan manipulasi nilai rapor.
"Orang-orang jadi terlatih untuk bersifat manipulatif karena celah-celah dalam sistem ini. Tujuan PPDB tidak akan tercapai jika ketidaksesuaian kategori terus terjadi," tambahnya.
Menurut Tolani, jika Indonesia ingin mencetak generasi emas 2045, sistem PPDB harus segera dievaluasi. "Era saat ini adalah tonggak menuju Indonesia emas 2045. 30 tahun ke depan, generasi ini akan menjadi pemimpin bangsa," imbuhnya.
Tolani juga menyoroti, jika pola sistem yang ada terus dipertahankan, akan terjadi pembusukan sistem. Evaluasi komprehensif diperlukan untuk mengembangkan kategori baru dalam jalur penerimaan atau bahkan merombak sistem yang ada.@ "Kategori baru yang berdasarkan kajian komprehensif dapat mengakomodasi dinamika masyarakat saat ini dan mengeliminasi praktik-praktik manipulatif," ungkapnya.
Tolani mengkritik solusi pemerintah daerah yang menerbitkan SMA terbuka bagi siswa yang tidak lolos PPDB, yang menurutnya malah menciptakan masalah baru. "Solusi ini seolah-olah mengatasi masalah, tetapi malah menambah penyakit baru," jelasnya.
Oleh karena itu, Tolani menyarankan agar sistem PPDB yang berbasis Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021 dievaluasi dan dikembangkan agar lebih adil dan tidak memicu kecurangan. "Dalam hukum, ada yurisprudensi. Jika sistem ini terus menimbulkan preseden buruk, perlu dibuat kategori baru," ujarnya.
"Misalnya zonasi plus prestasi, atau meningkatkan komposisi prestasi dalam penerimaan. Yang penting, tentukan dulu apa yang mandatory dalam pendidikan," tambahnya.
Menurut Tolani, ada tiga esensi dalam pendidikan: kognitif, behavioral, dan psikomotorik. Metode penerimaan siswa baru menggunakan Nilai Ebtanas Murni (NEM) dahulu lebih mampu memenuhi esensi ini.
"Dengan sistem saat ini, orang seolah-olah berjudi untuk mendapatkan tempat di sekolah. Sistem ini harus diperbaiki agar tidak seperti terkunci," pungkasnya.
PPDB adalah rangkaian kegiatan sistematik yang mengatur penyelenggaraan penerimaan siswa baru di sekolah, mulai dari persiapan, pendaftaran, seleksi, hingga pengumuman hasil seleksi secara terbuka dan daftar ulang. Evaluasi terhadap sistem ini sangat diperlukan untuk mencapai tujuan pendidikan yang lebih adil dan efektif.**