Praktisi Hukum Soroti Waktu Pelaporan terhadap Cawawalkot Bandung

Elly Susanto | 27 November 2024 11:45:11

Gambar : ilustrasi()

BANDUNG, indoartnews.com ~ Salah satu calon Wakil Wali Kota (Cawawalkot) Bandung menghadapi pelaporan hukum yang menyeret nama seorang perempuan berinisial HMS. Sosok HMS, yang dikabarkan pernah memiliki hubungan dengan Cawawalkot tersebut pada 2013-2014, kini menjadi sorotan.

HMS diketahui sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) yang sebelumnya menjabat sebagai Lurah Cisaranten Kidul, Bandung, sebelum bertugas di Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT). Berdasarkan unggahan media sosialnya, HMS memiliki empat anak dan menikah dengan suami keduanya, AHM, pada Mei 2017.

AHM, Direktur CV MNR, dikenal aktif dalam beberapa proyek besar di Jawa Barat, seperti Tol Cisumdawu, Perumnas Majalaya (Pasadena), dan Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC). Namun, sejumlah komentar di media sosial mengungkapkan adanya tuntutan terhadap AHM untuk menyelesaikan kewajibannya. AHM juga diketahui sedang menghadapi gugatan hukum terkait pelunasan kewajiban sebesar Rp500 juta.

Pandangan Masyarakat dan Praktisi Hukum

Menanggapi pelaporan HMS terhadap salah satu Cawawalkot Bandung, praktisi hukum Bobby H. Siregar, SH., mengungkapkan bahwa masyarakat memiliki persepsi bahwa kasus ini berkaitan dengan dinamika politik. “Bukan hal yang mengherankan jika masyarakat memiliki anggapan demikian, mengingat laporan ini muncul mendekati Pilwalkot Bandung, sementara peristiwa yang dilaporkan telah berlalu lebih dari satu dekade,” kata Bobby.

Ia juga mempertanyakan alasan pelaporan dilakukan saat ini, mengingat sebelumnya tidak ada tindakan serupa meskipun Cawawalkot tersebut pernah menjabat sebagai anggota legislatif.

“Secara logika, sulit dipahami mengapa laporan ini baru diajukan sekarang, setelah 11 tahun berlalu. Apalagi saat masa-masa tenang pemilu,” lanjutnya.

Menurut Bobby, masyarakat Kota Bandung memiliki kecerdasan dalam menyikapi isu-isu di masa kontestasi politik. “Masyarakat dapat menilai informasi secara objektif dan cermat, memilih pemimpin yang tidak hanya cerdas, tetapi juga memiliki integritas dan menjunjung tinggi etika, jauh dari praktik politik yang tidak sehat,” tutup Bobby.**